Friday, January 21, 2011

Xanana Belajar Ke Indonesia

Memiliki potensi kekayaan minyak dan gas tak membuat Pemerintah Timor Leste berpangku tangan. Apalagi, persoalan batas wilayah Celah Timor, yang mengandung minyak dan gas itu, jadi perdebatan antara Timor Leste dan Australia. Karena itu, setelah delapan tahun memproklamasikan diri sebagai negara berdaulat, Timor Leste masih menjadi salah satu negara termiskin.
Atas dasar itu, Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao memilih belajar tiga hal mendasar dari Indonesia, khususnya Jawa Timur, yaitu soal pertanian, peternakan, dan pertahanan.
Akhir pekan lalu, Xanana Gusmao bersama tiga menteri muda bidang peternakan, pertanian, dan pertahanan serta rombongan tiba di Surabaya. Tiga menteri muda yang mendampingi mantan pejuang kemerdekaan Timor Leste ini adalah Menteri Muda Bidang Pertanian Marcos Dacruz, Menteri Muda Bidang Peternakan Valentino Varela, dan Menteri Muda Bidang Pertahanan Julio Thomas.
Di Surabaya, Xanana mengungkapkan, industri yang akan dikembangkan Timor Leste ke depan adalah minyak dan gas. Namun, eks provinsi ke-27 Indonesia ini memiliki persoalan mendesak, yaitu keterbatasan pangan. ”Untuk makan saja kami masih kesulitan. Setiap tahun kami harus membeli beras dari luar negeri. Karena itu, kami harus fokus pada pengembangan pertanian,” kata Xanana.
Kurangnya infrastruktur irigasi mengakibatkan negara ini hanya mampu memanen padi satu kali setahun. Sekitar 70 persen wilayah di Timor Leste berupa pegunungan. Praktis, kebutuhan pangan hanya mengandalkan hasil panen lahan tadah hujan. ”Kami ke Jatim untuk melihat bendungan-bendungan yang bisa mencukupi kebutuhan irigasi, air bersih, listrik, hingga industri. Ini yang kami cari untuk dikembangkan,” ucapnya.
Ditemani Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Jumat (10/12), Xanana meninjau Waduk Sutami di Desa Karangkates, Kabupaten Malang, serta Bendungan Wlingi di Desa Jegu, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Sebelumnya, Xanana mengunjungi Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan di Desa Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan.
Ketersediaan nutrisi dan gizi bagi anak-anak di Timor Leste juga menjadi kebutuhan mendesak. Saat ini Pemerintah Timor Leste memberikan subsidi bagi setiap siswa taman kanak- kanak hingga SMA untuk satu kali makan per hari. Namun, subsidi itu belum cukup.
”Jika kita bisa mengembangkan sapi perah, anak-anak dapat minum susu. Kami berencana mengimpor sapi perah dari Jatim dan mendatangkan ahli peternakan dari Jatim,” lanjutnya.
Xanana juga mengunjungi pabrik kapal PT PAL Indonesia (Persero). Sekretaris I Kedutaan Besar Timor Leste untuk Indonesia Crisogno de Araujo mengatakan, kunjungan ini sangat penting bagi pengembangan armada kapal penumpang dan perang Timor Leste.
”Satu kapal penumpang kami adalah buatan PT PAL Indonesia. Dua kapal perang kami juga selalu menjalani dok di PT PAL Indonesia. Setelah kunjungan ini, kerangka kerja sama antara Pemerintah Timor Leste dan Pemprov Jatim akan dirumuskan,” kata Crisogno.
Ketergantungan ekonomi Pemerintah Timor Leste dengan Jatim relatif besar. Sekitar 70 persen hingga 80 persen transaksi perdagangan luar negeri Timor Leste dilakukan dengan Indonesia.
Berdebat dengan Australia
Setelah persoalan kebutuhan mendasar masyarakat Timor Leste terpenuhi, Xanana berharap masyarakat Lorosae bisa menikmati kekayaan alam minyak dan gas di Celah Timor, yang saat ini masih diperdebatkan tentang batas-batasnya dengan Australia. ”Produksi minyak dan gas selama 10 tahun ini sudah hampir mencapai 7 miliar dollar AS. Diperkirakan hingga tahun 2030 nilai eksplorasi minyak dan gas bisa mencapai 24 miliar dollar AS. Itu baru eksplorasi di Bayu Unda,” katanya.
Menurut Xanana, saat ini ada lima perusahaan eksplorasi minyak dan gas dari India, Italia, dan Malaysia. Ia berharap, masa depan Timor Leste membaik dengan kekayaan alam itu.
Ia menegaskan, ke depan, industri yang akan dikembangkan Timor Leste adalah minyak dan gas. Namun, untuk kemakmuran masyarakat saat ini, Pemerintah Timor Leste tetap fokus pada pertanian. Karena itu, negara ini ingin belajar dari bekas ”induk semangnya”, Indonesia.

No comments:

Post a Comment