Tuesday, December 14, 2010

Perspektif HAM Dalam Advokasi Lingkungan Hidup

PERSPEKTIF HAM DALAM ADVOKASI LINGKUNGAN HIDUP

sebuah eksplorasi awal
Pada bulan April 2001 Komisi Hak Asasi Manusia PBB menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi lingkungan hidup. Keputusan itu adalah kali pertama Komisi tersebut mengkaitkan antara lingkungan hidup dan hak asasi manusia.Menanggapi momen bersejarah tersebut Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif UNEP (United Nation Environment Program) menyatakan "Keadaan lingkungan hidup secara nyata membantu untuk menentukan sejauh mana orang dapat menikmati hak-hak dasarnya untuk hidup, kesehatan, makanan dan perumahan yang layak serta atas penghidupan dan budaya tradisionalnya. ... Hak dasar untuk hidup terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan kimia beracun, limbah berbahaya dan pencemaran air minum. Untuk alasan inilah, kami percaya keberhasilan implementasi traktak lingkungan hidup internasional tentang keanekaragaman hayati, perubahan iklim, penggurunan dan bahan kimia dapat memberikan sumbangan utama bagi perlindungan hak asasi manusia' Sesungguhnya konsern PBB terhadap masalah lingkungan hidup ini telah dimulai, pada tahun 1972 di Swedia melalui penyelenggarakan KTT lingkungan yang pertama di Stockholm. Negara-negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga hadir dalam KTT yang difasilitasi PBB itu. Isu dominan yang dibahas pada saat itu adalah sustainability (kesinambungan) sumber daya alam dalam menyokong kehidupan manusia dan juga masalah perkembangan populasi dunia.
Sepuluh tahun kemudian, saat diselenggarakan Konferensi Lingkungan Hidup kedua (UNCHE II) di Nairobi, Kenya, 1982, gambaran situasinya telah berubah. The United Nations Environtment Programme (UNEP - Program Lingkungan Hidup PBB) dibentuk sesegera setelah Konferensi Stockholm sebagai badan PBB yang baru; di samping tindakan-tindakan lain, konferensi kedua itu berhasil dengan bantuan para pakar internasional dalam memprakarsai teori dan strategi ecodevelopment sebagai alternatif politik pembangunan. Pembahasan ini pun tetap berlanjut sampai pada KTT Bumi di Rio De Janeiro tahun 1992. Itu pertanda bahwa isu ini bukan masalah enteng dalam percaturan politik internasional. Tapi harapan akan perbaikan kondisi lingkungan yang membuncah dengan terselenggaranya KTT-KTT ini pun tak tumbuh jadi tunas. Justru dari KTT satu ke KTT berikutnya, kemerosotan lingkungan makin parah terjadi; terutama di Dunia Ketiga di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Hingga terselengganya KTT Bumi 1992, belum ada pengakuan eksplisit keterkaitan lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Baru setelah keputusan sidang Komisi Hak Asasi PBB tahun 2001 secara eksplisit diurai kaitan lingkungan dan hak asasi manusia.
Hak Asasi Manusia dalam Sistim PBB
Menurut Burns H. Weston ada tiga generasi HAM. Tiga generasi HAM menunjukkan suasa dialektika antara berbagai aliran ideologi terutama liberal dan sosial juga aspirasi dari negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka dari kolonialisme. Tetapi inspirasinya diilhami oleh tiga norma Revolusi Perancis, hak-hak itu adalah generasi pertama dari hak-hak sipil politik (liberte-kebebesan), generasi kedua dari hak-hak ekonomi, sosial, budaya (egalite-persamaan sosial) dan gernerasi ketiga hak-hak solidaritas (fraternite-persaudaraan).
Weston menyebutkan bahwa "Generasi pertama berupa hak-hak sipil-politik berasal terutama dari teori-teori reformis abad ketujuh belas dan kedelapan belas yang berkaitan dengan revolusi Inggris, Amerika dan Perancis. Diinfus dengan filosofi politik dari individualisme liberal dan doktrin ekonomi laissez-faire. Generasi ini mengartikan HAM dengan istilah yang lebih bersifat negatif atau lebih suka abstensi daripada intervensi pemerintah dalam pencarian martabat manusia (pasal 2-22 DUHAM PBB). Walaupun dalam
beberapa segi juga mensyarajat tindakan positif pemerintah seperti hak atas keamanan pribadi, paradilan yang adil dan terbuka dll. Tetapi nilai sentralnya tetap bahwa kebebasan merupakan suatu perisai yang melindungi individu sendirian dan dalam asosiasi-asosiasi dengan yang lain-lain, dari penyelewengan dan penyalanggunaan otoritas politik."
"Sedangkan Generasi kedua pada umumnya, muncul dari tradisi sosialis dan dicanangkan dengan berbagai cara oleh perjuangan-perjuangan revolusioner dan gerakan kesejahteraan sejak itu. HAM generasi kedua merupakan tanggapan terhadap penyelewengan dan penyalahgunaan pembangunan kapitalis dan konsepsi kebebasan individual yang mendasarinya, yang pada pokoknya tidak menentukan, yang mentolerir, bahkan mengesahkan, eksploitasi kelas pekerja dan rakyat-rakayat daerah jajahan. Generasi kedua mengartikan istilah HAM secara positif yang mensyaratkan intervensi negara dengan tujuan untuk memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan distribusi nilai-nilai yang dikandung (pasal 22-27 DUHAM PBB). Walau demikian hak memilih pekerjaan dengan bebas, hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh, dan hak partisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya dari komunitas, tidak secara inheren mensyaratkan tindakan pemerintah yang positif untuk menikmatinya. Tetapi sebagian karena relatif terlambatnya datangnya pengaruh sosialisme-komunis dalam bidang normatif masalah-masalah internasional, maka internasionalisasi HAM generasi kedua ini agak terlambat; tetapi dengan meningkatnya kekuatan Dunia Ketiga di tingkat glonal, sungguh merupakan 'revolusi harapan yang meningkat,' hak-hak asasi itu telah mulai dewasa."
Sedangkan generasi ketiga ditunjukkan dalam pasal 28 DUHAM PBB bahwa"setiap orang berhak atas tatanan sosial dan internasional karena hak-hak asasi yang dinyatakan dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan sepenuhnya'. Deklarasi sejauh ini mencakup 6 hak asasi yang dituntut. Tiga diantaranya mencerminkan bangkitnya nasionalisme di Dunia Ketiga dan tuntutannya terhadap pemerataan kekuasaan, kekayaan dan nilai-nilai lain yang penting secara global: hak atas penentuan nasib sendiri di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya: hak atas pembangunan ekonomi dan sosial; hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan 'warisan bersama umat manusia' (sumberdaya bumi-ruang angkasa bersama; informasi dan kemajuan ilmiah, teknis dan lainnya; serta tradisi, lokasi dan monumen-monumen kebudayaan). 3 hak lainnya adalah hak atas perdamaian. Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan seimbang dan hak-hak atas bantuan bencana alam yang bersifat kemanusian - mengingat ketidakberdayaan atau ketidakefisienan negara-bangsa pada hal-hal kritis tertentu."
Walaupun HAM generasi ketiga belum manifes atau secara eksplisit diakui sebagai hak asasi manusia (kecuali hak atas pembangunan yang telah dideklarasikan dan disetujui Majelis Umum tanggal 4 Desember 1986), paling tidak ditingkat wacana telah ada pengakuan.
Hak Atas Sumber-sumber Kehidupan dan Lingkungan Hidup yang Bersih dan Sehat
Bila Klaus Toepfer (Direktur Eksekutif UNEP) menyatakan hak dasar untuk hidup terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan kimia beracun, limbah berbahaya dan pencemaran air minum. Sesungguhnya ia luput untuk menyoal perampasan sumber-sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumberdaya alam) sebagai ancaman terbesar yang dihadapi rakyat menyangkut hak dasar untuk hidup.

Walaupun belum ada deklarasi traktak atau konvenan khusus tentang Hak Lingkungan Hidup sebagai Hak Asasi sesungguhnya berbagai dimensi yang menyangkut hak-hak dasar atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup
telah tercakup dalam berbagai Hak-Hak Ekonomi-Sosial-Budaya (EKOSOB).
Hak Atas sumber-sumber Kehidupan
a. Hak atas Penentuan Nasib Sendiri
(Pasal 1 ayat 1 : Semua rakyat mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri) Keterangan : Kedaulatan Rakyat dan Otonomi Komunitas
b. Hak atas Pekerjaan
(Setiap negara Peserta Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah dengan pekerjaan yang dipilihnya atau diterimanya sendiri secara bebas, dan akan mengambil langkah-lankgah yang diperlukan guna menjamin hak ini)
Keterangan : Perampasan atas sumber-sumber agraria dan sumber daya alam hakekatnya adalah merampas hak atas pekerjaan
c. Hak atas Taraf Kehidupan yang layak
(Pasal 11 ayat 1 Negara-negara peserta Konvenan ini mengakui hak setiap orang atas taraf kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk sandang, pangan dan tempat tinggal, dan perbaikan yang terus menerus dari
lingkungannya
d. Hak atas Kekayaan Alam
(Pasal 1 ayat 2 : Semua rakyat dapat secara bebas mengatur segala kekayaan dan sumberdaya mereka sendiri... Tidak dapat dibenarkan suatu bangsa merampas penghidupan rakyatnya sendiri.)

Hak Atas Lingkungan Hidup yang Sehat dan Bersih
a. Hak atas Kehidupan
Pasal 6 ayat 1 Setiap umat manusia mempunyai hak hidup yang melekat pada
dirinya.
b. Hak Atas Kesehatan.
Pasal 12 ayat 1 .. Mengakui hak setiap orang untuk menikmati kegiatan fisik dan mental pada taraf yang tertinggi yang dapat dicapai Pasal 12 ayat 2 b .memperbaiki semua aspek kesehatan lingkungan dan industri.


Globalisasi Neo Liberal : Ancaman Terbesar HAM Hari Ini

Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, merupakan hak-hak asasi yang telah dikenal secara luas akan tetapi pada saat yang sama dilanggar secara sistematis. Jaminan utama hak-hak asasi ekonomi, sosial dan budaya adalah DUHAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Ekososbud, yang telah ditandatangani oleh 142 negara. Sifat dinamis dari hak asasi manusia juga diakui dalam Piagam DUHAM paragraph 8, yang menyatakan bahwa Deklarasi itu merupakan "standard bersama bagi semua orang dan semua bangsa.". Yang secara konsisten dilindungi oleh hak asasi manusia dari waktu ke waktu sebagai martabat setiap umat manusia.

Hegemoni dan dominasi globalisasi neo-liberal serta antek-anteknya didalam negeri sesungguhnya merupakan ancaman terbesar terhadap hak asasi manusia saat ini. Banyak fakta menunjukkan bahwa banyak pelanggaran hak sipil
politik terjadi untuk melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi yang bertanggungjawab atas perampasan sumber-sumber kehidupan rakyat. Kasus kekerasan di Bulukumba, Seseba, Timika, Porsea, terjadi untuk melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi atau membungkam perlawanan rakyat untuk merebut kedaulatan atas sumber-sumber kehidupan mereka. Bahkan ditingkat global AS menggunakan perang untuk merampas sumber-sumber ekonomi di negara-negara selatan atau dunia ketiga atau melindungi kepentingan ekonominya.

Bila di masa pembangunanisme peran negara sebagai instrumen "proteksi-prevensi-promosi" HAM tidak berjalan karena negara juga menjadi aktor utama pengendali ekonomi dan politik. Maka saat sekarang peran negara sebagai instrumen 'proteksi-prevensi-promosi" HAM tidak berjalan karena ambivalensi antara berpegang teguh pada konvensi PBB atau konvensi WTO dengan ideologi pasar bebasnya. Berbagai regulasi yang dijalankan oleh sistim WTO bahkan mengurangi hak-hak buruh, merampas hak-hak petani, mengurangi regulasi-regulasi negara bagi perlindungan lingkungan, liberalisasi sektor pertanahan, termasuk memotong subsidi untuk pemenuhan hak-hak dasar. Air, hutan, pangan, kesehatan, layanan sosial, layanan sosial yang bersifat publik yang dulu merupakan HAM, kini semata-mata diperlakukan sebagai komoditi. Dengan itu maka globalisasi membawa implikasi pelanggaran HAM yang lebih struktural (Mansour Fakiq).
Kembali kepada pendapat Weston, "HAM generasi kedua (EKOSOB) merupakan tanggapan terhadap penyelewengan dan penyalahgunaan pembangunan kapitalis dan konsepsi kebebasan individual yang mendasarinya, yang pada pokoknya tidak menentukan, yang mentolerir, bahkan mengesahkan, eksploitasi kelas pekerja dan rakyat-rakyat daerah jajahan." . Maka dengan kembalinya menguatnya liberalisme, kapitalisme, dan kebebasan individual, jelaslah hak-hak ini semakin jauh dari tangan rakyat. Selain itu generasi kedua mengartikan istilah HAM secara positif yang mensyaratkan intervensi negara, ironisnya intervensi inilah yang menjadi musuh utama globalisasi neo-lib.

No comments:

Post a Comment